IRMA SURYANI LEDEK ROY SURYO: PENELITI PALSU, PAKAR KARBITAN! BUKAN PAKAR TELEMATIKA!
IRMA SURYANI LEDEK ROY SURYO: PENELITI PALSU, PAKAR KARBITAN! BUKAN PAKAR TELEMATIKA!
Sosok Irma Suryani Chaniago kembali menjadi sorotan publik. Politisi Partai NasDem yang dikenal ceplas-ceplos dan berani menyerang siapa pun yang menurutnya melampaui batas, kali ini mengarahkan moncong kritiknya kepada Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga yang gemar menyebut dirinya sebagai “pakar telematika.” Namun bagi Irma, label "pakar" yang disematkan Roy pada dirinya sendiri tidak lebih dari branding palsu, sebuah klaim murahan yang tak berdasar akademik maupun keilmuan yang sahih.
Dalam sebuah wawancara yang tajam dan lugas, Irma Suryani tidak hanya mempertanyakan, tetapi bahkan menuduh secara terbuka bahwa Roy Suryo bukanlah seorang peneliti sejati, melainkan peneliti palsu yang bermain di wilayah abu-abu demi kepentingan politik. Irma menyatakan dengan gamblang bahwa klaim Roy sebagai pakar telematika adalah bentuk penipuan intelektual terhadap publik. “Siapa yang menobatkan dia sebagai ahli telematika? Mana lembaga ilmiah yang mengakui kompetensinya? Mana karya ilmiah yang pernah dia hasilkan dan dipublikasikan secara akademik?” demikian Irma melontarkan pertanyaan bertubi-tubi, seolah ingin menelanjangi Roy Suryo di hadapan khalayak luas.
Pernyataan keras ini muncul seiring dengan keterlibatan Roy Suryo dalam polemik yang tak kunjung padam: tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo. Alih-alih memperkuat posisi hukum dengan argumen yang bisa dipertanggungjawabkan, Roy justru tampil sebagai “peneliti independen” yang menurut Irma tidak lebih dari badut politik yang dipakai untuk membuat gaduh. Roy Suryo sendiri mengaku diminta oleh pihak tertentu untuk meneliti keaslian skripsi dan ijazah Jokowi. Namun, publik patut bertanya: siapa pihak yang meminta? Atas dasar apa Roy melakukan penelitian tersebut? Dan yang lebih penting lagi, dengan kompetensi apa?
Roy mengklaim bahwa hasil penelitiannya menunjukkan adanya dugaan bahwa skripsi Jokowi tidak asli, dan karena itu ia pun meragukan keabsahan ijazah sang Presiden. Ia bahkan menyederhanakan persoalan kompleks ini dalam analogi cetek: “Ibarat ayam dan telur.” Sebuah perumpamaan yang oleh banyak pihak dianggap tak hanya menyesatkan, tapi juga meremehkan kecerdasan publik. Namun semua itu langsung terbantahkan ketika Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bersama tim dari Laboratorium Forensik (Labfor) melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dokumen akademik Jokowi.
Hasilnya telak. Semua dokumen Presiden Jokowi—mulai dari data perkuliahan, laporan KKN, skripsi, hingga bukti wisuda di Fakultas Kehutanan UGM—dinyatakan asli tanpa sedikit pun keraguan. Labfor memastikan tak ada pemalsuan, rekayasa, atau pengaburan data. Dengan demikian, laporan yang diajukan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) secara resmi dihentikan karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ini bukan hanya kekalahan telak bagi para pelapor, tetapi juga mempermalukan pihak-pihak yang coba bermain api dengan integritas akademik seseorang yang kini menjabat kepala negara.
Namun, Irma Suryani tidak puas hanya sampai di situ. Ia terus menggempur Roy Suryo dengan kritik pedas dan sindiran tajam. Ia menyebut bahwa justru latar belakang pendidikan Roy Suryo yang sepatutnya diselidiki ulang. “Patut juga kita minta Puslabfor dan UGM meneliti Roy Suryo,” cetus Irma dalam nada sinis. Ia bahkan menyarankan agar publik ikut memverifikasi ijazah Roy secara menyeluruh, termasuk program S2 dan S3 yang kerap dibanggakan Roy sebagai bekal intelektualnya. "Kalau memang dia ilmuwan sejati, tunjukkan buktinya. Mana penelitian ilmiahnya? Mana kontribusi akademiknya untuk dunia ilmu pengetahuan?" tantangnya.
Berdasarkan catatan yang ada, Roy Suryo menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM), kemudian mengambil program Magister di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan mengaku menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Namun semua latar belakang itu, menurut Irma, tidak satu pun relevan dengan dunia telematika. “Kalau ijazahnya ilmu komunikasi, apa hubungannya dengan telematika? Apa dia tiba-tiba dapat wahyu jadi pakar? Ini bukan dunia mistik, ini dunia ilmu pengetahuan, ada metodenya, ada ujiannya, ada komunitas akademiknya,” ucap Irma penuh kemarahan.
Lebih lanjut, Irma menuding bahwa Roy Suryo memanfaatkan gelar “pakar telematika” hanya untuk menciptakan ilusi kredibilitas, demi menyebarkan keraguan dan kegaduhan di tengah masyarakat. “Saya melihat beliau ini bukan ahli telematika asli, tapi palsu. Patut diduga beliau ini cuma mau bikin kacau,” ujar Irma tajam. Dalam pandangan Irma, Roy bukanlah orang yang sedang mencari kebenaran, tetapi sedang memainkan peran dalam skenario politik murahan yang menodai etika dan nalar publik. Ia dianggap sebagai alat kekacauan, bukan pencerah.
Irma pun tak segan mengungkit masa lalu Roy yang sempat tersangkut dalam kasus dugaan korupsi. Kasus tersebut pernah membuat Roy harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan meskipun tidak berujung pada penahanan, citranya di mata publik sudah terlanjur tercoreng. “Mau bicara moral? Lho panci aja gak punya moral, kok mau bicara moral yang lain-lain,” sindir Irma tajam, menyiratkan bahwa Roy Suryo sebaiknya berkaca pada rekam jejaknya sendiri sebelum mencoba mencemarkan nama orang lain.
Dalam atmosfer politik yang kian bising oleh hoaks, fitnah, dan kebencian, pernyataan Irma Suryani menjadi semacam tamparan bagi pihak-pihak yang gemar melabeli diri tanpa dasar ilmiah. Ia menegaskan bahwa tidak semua yang mengaku pakar benar-benar memiliki kapasitas akademik. Ada banyak yang cuma bermodal nyali bicara keras di media, tanpa pernah menguji ucapannya di ruang ilmiah. “Mengaku sebagai peneliti telematika, sementara ijazah dia gak sesuai. Ini pelecehan terhadap dunia akademik!” seru Irma lantang.
Pernyataan ini tentu menjadi sinyal keras bagi siapa pun yang mencoba memainkan isu sensitif seperti keaslian ijazah kepala negara tanpa memiliki dasar kuat. Di tengah situasi bangsa yang tengah berbenah, menghadirkan kepastian hukum, dan memperkuat literasi publik, kehadiran sosok seperti Roy Suryo yang bermodal klaim sepihak untuk menebar keraguan sangat membahayakan stabilitas demokrasi. Irma dengan gamblang menyebut bahwa Roy adalah “arsitek kekacauan,” seseorang yang tidak lagi berjuang demi kebenaran, tetapi semata-mata demi sensasi dan kepentingan politik yang belum tentu jelas juntrungannya.
“Kalau kita biarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Semua orang bisa tiba-tiba mengaku pakar, menyerang siapa saja, tanpa tanggung jawab. Negara ini bukan panggung sirkus,” tutup Irma dalam pernyataan yang membakar. Ia mengajak publik untuk waspada, berpikir kritis, dan tidak mudah termakan propaganda murahan yang kerap kali dibalut jargon ilmiah palsu. Di era informasi ini, kejelasan sumber dan kredibilitas adalah segalanya. Dan bagi Irma Suryani Chaniago, Roy Suryo sudah kehilangan kredibilitas itu sejak lama.
Apa Reaksi Anda?






